Rabu, 23 Mei 2012

REKRUITMEN POKJA ULP


Dengan diterbitkannya Pedoman pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) melalui Peraturan Kepala LKPP Nomor 5 Tahun 2012 ( http://www.lkpp.go.id/v2/contentlist-detail.php?mid=0029564157&id=5166828732  ) maka semakin jelaslah arah yang ingin dituju dalam rangka mewujudkan pengadaan barang/jasa pemerintah yang lebih efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminati dan akuntabel. Dibandingkan dengan Peraturan LKPP terdahulu ( Perka LKPP Nomor : 002/PRT/KA/VII/2009) maka
Perka yang baru ini lebih komprehensif dan tegas mengatur tentang Organisasi ULP yang lebih terpadu, karena bersifat permanen dan kewenangan pembentukan ULP lebih jelas bagi K/L/D/I. Beberapa hal yang mungkin masih menjadi pertanyaan, adalah antara lain : 
  1. Proses rekruitmen Pokja ULP dilakukan oleh Tim Penilai yang terdiri dari Pejabat Pembina Kepegawaian, KPA dan APIP (Pasal 17 ayat 4), Asumsinya Tim ini ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri /Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi yang memiliki kewenangan membentuk ULP (Pasal 3 ayat 1), setelah terbentuk maka kewenangan pengusulan penempatan/pemindahan/pemberhentian Pokja ULP berada ditangan Kepala ULP tentunya dengan memperhatikan kompetensi dan rekam jejak anggota Pokja ULP( Pasal 10 ayat 1 dan 2). Tahapan-tahapan proses rekruitmen ini masih memungkinkan terpeliharanya kepentingan-kepentingan sesaat yang membelunggu terlaksananya pengadaan yang akuntabel, karena APIP secara fungsional telah masuk dalam lapangan sebagai Tim rekruitmen dan sekaligus juga mengawasi. Proses seleksi masih menyimpan pertanyaan, apakah secara langsung Tim Penilai mengumpulkan Data PNS yang memiliki kualifikasi dan ditunjuk, ataukah melalui proses seleksi dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh PNS yang memilik kualifikasi untuk mendaftar dan mengikuti fit and propert test. 
  2. Dalam Perka ini tidak lagi mengatur tentang Pokja ULP sebagai Jabatan fungsional tapi nampaknya terkesan bahwa Perka ini mengarah kepada terbentuknya ULP yang terstrukturisasi. Meskipun masih terbuka bagi K/L/D/I untuk menyusun ketentuan mengenai prosedur dan tata hubungan kerja ULP masing-masing (Pasal 16). 
Dan untuk lingkup Daerah, maka bagi Kabupaten/Kota yang belum membentuk ULP sampai saat ini, menjadi sangat mudah karena terbitnya Perka LKPP Nomor 5 Tahun 2012 semua menjadi terang benderang, kendati demikian ULP tanpa Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) Ibarat sayur tanpa garam, Sekedar uji kasus di Kabupaten ini, ULP sudah terbentuk tapi belum memiliki LPSE (dan juga tidak terafiliasi dengan LPSE terdekat) sehingga pengadaan masih dilakukan dengan system Non E-procurement, sungguh sangat disayangkan, tapi dengan adanya Surat Edaran LKPP Nomor 17/KA/02/2012 tanggal 29 Pebruari 2012 tentang Instruksi Presiden berkaitan dengan pengadaan Barang/Jasa yang mensyaratkan 40 % belanja Pemda yang dipergunakan untuk pengadaan barang/jasa wajib menggunakan SPSE melalui LPSE sendiri atau LPSE terdekat. Maka mulailah ada keinginan yang kuat untuk menggunakan SPSE dengan LPSE sendiri meskipun harus menunggu proses pengadaan Sever LPSE selesai dan fungsional. Seperti pepatah Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Dan sangat disesalkan pula bahwa ada indikasi Panitia dan Penyedia sama-sama takut menghadapi SPSE, tapi saya masih berbaik sangka dan berpikir bahwa mereka belum kenal sehingga belum sayang, lagi-lagi pepatah mengatakan Tak kenal maka tak sayang. Akhir kata Marilah mewujudkan pengadaan barang/jasa pemerintah yang lebih efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminati dan akuntabel. Salam Pengadaan,….. Salam Integritas.



Tidak ada komentar: