Jumat, 08 Juni 2012

E-PROCUREMENT INOVASI MENUJU PENGADAAN BEBAS KORUPSI


Menurut survei Indonesia Procurement Watch (IPW) yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Maret 2011 lalu, terungkap bahwa ternyata 89 persen penyedia barang dan jasa pemerintah me-lakukan suap untuk memenangkan tender.
Selain itu, 92 persen penyedia barang dan jasa tersebut juga mengakui pernah melakukan penyuapan dalam mengikuti tender. Survei yang dilakukan terhadap 792 penyedia barang dan jasa pengu-saha rekanan pemerintah ini dilakukan di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor.

Alasan pihak penyedia barang dan jasa ini melakukan penyuapan karena mereka meyakini hampir tak  mungkin bisa memenangi tender tanpa menyuap.
Temuan lain survei ini adalah ternyata inisiatif pemberian suap justru datang dari pejabat atau panitia pengadaan. Selain itu, sampai hari ini dari 55 ribu pengaduan yang masuk ke KPK, 80 persen diantaranya adalah kasus yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah. ”Itu menunjukkan kalau negara ini jika diibaratkan penyakit sudah sangat kronis.
Bahkan data Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengindikasikan hal yang serupa, yaitu 80 persen dari laporan yang masuk terkait dengan kasus pengadaan barang dan jasa.
Ini terkait dengan adanya persaingan yang tidak sehat diantara vendor, yang kebanyakan waktu terjadi pada saat kompetisi di pengadaan,” ujar Himawan Adinegoro, Deputi Bidang Pengem-bangan Strategi dan Kebijakan LKPP.
Inilah yang kian menguatkan betapa pentingnya penerapan sistem lelang elektronik(e-procure-ment)yang dikembangkan oleh LKPP. Sistem ini menjawab masalah-masalah yang terjadi di seputar pegadaan barang dan jasa di instansi-instansi pemerintah. Sebagaimana sudah jamak diketahui bahwa pengadaan barang dan jasa yang dilakukan di instansi-instansi pemerintah merupa-kan salah satu celah untuk korupsi dan melakukan penyimpangan.
Mulai dari permasalahan adanya persekongkolan antara penyedia dengan panitia pengadaan, penyimpangan pagu belanja, proses pengadaan yang kurang transparan dan tidak fair, dan lain sebagainya.
”Potensi uang negara yang pembelanjaannya melalui proses pengadaan kurang lebih 35 sampai 40 persen dari APBN, berarti mencapai sekitar Rp 450 triliun. Dana yang sedemikian besar itu mes-tinya dikelola dengan sistem yang baik. E-procure-mentini memungkinkan prinsip-prinsip lelang yaitu efisien, efektif, transparan, bersaing, tidak
diskriminatif, terbuka, dan akuntabel, bisa terlak-sana. E-procurementini seperti mempersiapkan sebuah pasar, dan karena sifatnya elektronik sehngga pasar tersebut bisa diawasi oleh banyak orang,” kata Kepala LKPP Agus Rahardjo.
Upaya LKPP dalam mendorong penerapan pe-ngadaan dengan sistem e-procurementini cukup signifikan. Ini bisa dilihat dari jumlah Layanan Pe-ngadaan Secara Elektronik (LPSE) yang kini sudah mencapai 288 buah dan tersebar di 32 provinsi.
Padahal pada waktu pertama kali diluncurkan pada 2008, jumlah LPSE hanya 11 buah. Menurut data per 3 November 2011, jumlah pengguna LPSE sebanyak 591 instansi. Nilai yang dilelang menca-pai lebih dari Rp 50 triliun, dengan jumlah paket ada 23.271 paket.
Jumlah efisiensi yang berhasil dilakukan dengan adanya sistem ini mencapai 12 persen (lihat pada tabel). Selain menguntungkan bagi pemerintah, sistem e-procurementjuga memberikan keuntungan tersendiri bagi pihak penyedia. Mulai dari awal un-tuk ikut tahapan pelelangan misalnya. Bayangkan, setidaknya untuk mengikuti satu kali pelelangan saja, pihak penyedia akan mengeluarkan uang minimal Rp 1 juta, yang digunakan untuk peng-gandaan dokumen, transportasi, dan lainnya. Itu hanya untuk satu paket dan satu penawaran saja.
Bagaimana jika paket yang ditawarkan ada 25 ribu paket dan diikuti rata-rata oleh 10 penyedia?
Inilah manfaat dari adanya sistem yang bisa me-mangkas biaya-biaya tersebut, dan memungkin-kan transaksi tetap bisa terlaksana tanpa adanya keterlibatan fisik.
Selain itu, sistem e-procurement juga secara tidak lang-sung memicu terciptanya sebuah pasar yang semakin kompetitif dan sehat.
Siapapun bisa mengajukan diri menjadi penyedia, dan bersaing secara fairdalam memberikan penawaran. Mela-lui sistem ini, setiap penyedia memiliki kesempat-an yang sama, diperlakukan secara adil dan tidak diskriminatif, serta jaminan adanya transparansi lewat sistem yang bisa dipantau bersama-sama.
Dengan meminimalisir tatap-muka antara penye-dia dan panitia pengadaan, terjadinya kongka-likong juga bisa semakin dihilangkan.
”E-procurementitu pada prinsipnya adalah mengubah pola pikir, dari sesuatu yang sifatnya manual dan rawan penyalahgunaan menjadi sistem yang elektronik sistemik yang mengurangi tatap muka, sehingga otomatis penyalahgunaan akan berkurang,” imbuh Agus Prabowo, Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia LKPP.
Sistem e-procurementini secara perlahan nanti-nya diharapkan akan dapat menggantikan sistem pengadaan manual yang memang sangat rawan dalam memberi celah untuk tindak penyelewe-ngan. Inilah inovasi untuk mewujudkan peng-adaan yang bersih dan bebas korupsi yang mem-butuhkan komitmen bersama. Semoga.

Tidak ada komentar: